Opini:
Yulian Kondologit (Rektor Universitas Werisar)
KBRN, TEMINABUAN : Indonesia akan kembali menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota, termasuk empat daerah otonomi baru di Papua tahun 2024 ini. Dalam kontestasi politik yang semakin memanas ini, penting untuk membahas urgensi cuti bagi kepala daerah yang maju Pilkada. Yulian Kondologit, Rektor Universitas Werisar, menyoroti pentingnya kebijakan ini dalam menjaga integritas dan keadilan pemilu.
Yulian mengingatkan bahwa potensi penyalahgunaan kekuasaan dalam suatu rezim pemerintahan sangat mungkin terjadi. Mengutip filosofi terkenal dari Lord Acton, “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely,” ia menekankan bahwa kekuasaan yang tidak dibatasi cenderung disalahgunakan. “Oleh karena itu, perlu ada pembatasan bagi setiap kekuasaan, termasuk oleh seorang kepala daerah yang sedang menjabat,” ujarnya.
Menurut Yulian, cuti bagi kepala daerah yang maju Pilkada telah mempunyai kekuatan hukum tetap, baik yang diatur dalam undang-undang maupun melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MK Nomor 55/PUU-XIV/2016 menolak permohonan agar kepala daerah yang maju Pilkada tidak perlu cuti, menggaris bawahi betapa pentingnya kebijakan ini.
Permendagri Nomor 1 Tahun 2018, yang mengubah Permendagri 74 Tahun 2016, menegaskan bahwa kepala daerah yang maju dalam Pilkada harus cuti di luar tanggungan negara dan dilarang menggunakan fasilitas terkait jabatannya. Proses cuti ini wajib dilakukan selambat-lambatnya satu hari sebelum tahapan kampanye dimulai.
Yulian Kondologit menguraikan beberapa alasan pentingnya cuti bagi kepala daerah saat mengikuti Pilkada:
- Membatasi Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan, Kepala daerah memiliki akses terhadap kebijakan dan anggaran yang berpotensi digunakan untuk memenangkan dirinya dalam Pilkada. “Cuti ini membatasi kekuasaan kepala daerah agar tidak terjadi abuse of power,” jelasnya.
- Menghindari Konflik Kepentingan, Penggunaan fasilitas negara oleh petahana dapat menciptakan konflik kepentingan. Sebagai petahana, mereka dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan tunjangan yang melekat. “Cuti memastikan bahwa petahana tidak memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan elektoral pribadi,” kata Yulian.
- Mencegah Mobilisasi Aparatur Sipil Negara (ASN), Petahana bisa saja memanfaatkan jabatannya untuk memobilisasi ASN demi kepentingan elektoralnya. “Relasi kuasa jabatan yang dimiliki petahana dapat mempengaruhi subjektivitas hasil pilihan ASN dalam pemerintahan yang dipimpinnya,” ujar Yulian.
- Mewujudkan Kompetisi yang Adil, Cuti bagi kepala daerah yang ikut Pilkada memberikan ruang agar semua calon, baik petahana maupun non-petahana, berangkat dari kondisi yang setara. “Hal ini penting agar kompetisi berlangsung secara fair,” tegasnya.
Yulian Kondologit berharap agar Pilkada serentak 2024 dapat berlangsung dengan lancar, demokratis, dan menghasilkan pemimpin-pemimpin daerah yang amanah dan kompeten. “Mari kita jaga bersama-sama integritas dan kualitas demokrasi di negeri ini,” tutupnya.
Dengan regulasi yang jelas dan dukungan penuh dari seluruh elemen masyarakat, diharapkan Pilkada serentak 2024 dapat menjadi momentum penting dalam memperkuat demokrasi di Indonesia (Arfan Sulaiman)
Leave a Reply